"Perpindahan Kiblat Kaum muslim dari Yerusalem ke Makkah (Ka'bah)".
Aku baru tahu sekarang bahwa kiblat awal kaum muslim adalah Yerusalem dan kemudian dipindah ke Makkah. Setelah sedikit membaca alquran dan membicarakan ini dengan imam/guru kami, aku pun merasakan bahwa masalah tersebut sesungguhnya amatpenting. Masalah ini menggangguku. Mengapa allah menetapkan kiblat pertama diYerusalem, dan kemudian memindahkannya?
Salah satu penjelasan yang kudengar adalah bahwa Nabi Muhammad berharap orang-orang Yahudi merasa “kerasan” di Yerusalem, dan bahwa ketika agama baru ini mencakup sebagian ajaran agama mereka, mereka akan lebih mudah masuk islam sehingga dijadikanlah Yerusalem sebagai kiblat. Akan tetapi, ketika kaum yahudi tak tertarik untuk mengikuti Nabi Muhammad, kiblat kaum muslim dipindah ke Makkah.
Sekali lagi, ini menjadi sebuah persoalan bagiku. Mengapa Allah atau Nabi menetapkan Yerusalem sebagai kiblat sekedar untuk menyenangkan orang-orang yahudi, tetapi kemudian marah (setidaknya keterangan yang kudengar terkesan demikian) dan memindahkannya ke Makkah? Dalam website atau pun blog yang anda buat, anda menulis bahwa islam berbeda dari agama-agama lain. Namun, mengapa perbedaan initidak diperlihatkan semenjak awal dengan langsung menetapkan Makkah sebagai kiblat?
Bismillahirrahmanirrahim
Alquran menyebut perubahan arah kiblat ini dalam surah al-baqarah ayat 142-150, tetapi kalimatnya samar-samar, mengandung makna kias, dan tidak menjelaskan bahwa kiblat pertama kaum muslim di Madinah, yang dalam hadist disebut dengan Yerusalem, ditetapkan oleh allah. Ayat-ayat yang berkaitan dengan hal ini sebagai berikut :
KEESAAN TUHANLAH AKHIRNYA YANG MENANG
Sekitar pemindahan kiblat
مُّسْتَقِيمٍ
142. Orang-orang yang kurang akalnya[93] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"[94].
[93]. Maksudnya: ialah orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.
[94]. Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan qiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah surat Al Baqarah ayat <QS 2 :144> yang menunjukkan qiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan qiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka turunlah ayat yang lainnya (QS. 2. 143), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: "Apapula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari Qiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah)?" Maka turunlah ayat yang lainnya lagi (QS. 2 : 142) sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah qiblat itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abi Ishaq yang bersumber dari al-Barra. Di samping itu ada sumber lainnya yang serupa dengan riwayat ini.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143
(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.)
١٤٣.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى
النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً وَمَا جَعَلْنَا
الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا
لاَّ
لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ
وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللّهُ وَمَا
كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ
للّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
143. Dan demikian (pula) Kami telahmenjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agarkamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadisaksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk olehAllah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah MahaPengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
١٤٤.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً
تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا
كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ
طْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
طْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
144. Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
[96]. Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
sebagaimana acap kali terjadi, ada banyak perbedaan pendapat di antara ahli tafsir tentang ayat-ayat ini. Para musafir berbeda pendapat tentang, misalnya, kapan tepatnya?, apakah setelah Nabi tiba di madinah, perubahan arah kiblat ini terjadi. Apa alasan Nabi pertama-tama menjadikan Yerusalem sebagai kiblat?. Apakah allah memerintahkan perubahan kiblat ini atau tidak? Apa alasan Nabi memilih ka’bah sebagai kiblatnya, dan apa yang senyatanya dimaksud dengan kata-kata “sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah”
tentang apa alasan Nabi salat menghadap ke Yerusalem sebelum terjadi perubahan arah kiblat, dan apakah perubahan ini dilakukan atas perintah Allah atau tidak, al-Thabari meriwayatkan dari Ikrimah dan Hasan Bashri bahwa Nabi memilih Yerusalem sebagai kiblat dengan harapan dapat menarik simpati orang-orang yahudi di Madinah. Al-Thabari juga meriyawatkan dari al-Rabi ibn Anas bahwa Nabi pada mulanya diberi kebebasan untuk menentukan arah kiblat sesuai dengan keinginannya dan kemudian memilih Yerusalem untuk menjalin hubungan damai dengan ahl al-kitab. Al-Thabari pun mengutip pendapat ibn ‘Abbas bahwa Allah menyuruh Nabi menghadap ke yerusalem dan bahwa orang-orang yahudi di madinah merasa senang dengan hal ini. Lalu para musafir mengelaborasi penjelasan-penjelasannya secara lebih jauh.
Para musafir juga berbeda pendapat tentang mengapa Nabi memilih Ka’bah. Menurut al-Thabari, sebagian orang mengatakan, “Dia tidak menyukai kiblat di Yerusalem karena orang-orang Yahudi dulu berkata, “Dia mengikuti kiblat kami, tetapi menentang agama kami. Sebagian lainnya mengatakan, “Dia memilih Ka’bah lantaran ini merupakan kiblat kakek moyangnya Ibrahim. Al-Qurthubi meriwayatkan dari ibn Abbas bahwa rasulullah bersabda, Rumah ini (Ka’bah) adalah kiblat bagi orang-orang (yang mengelilinginya ) tempat ibadah (masjid). Masjid adalah kiblat bagi orang-orang dari al-Masjid al-Haram (tempat pelaksanaan ibadah haji) dan al-Masjid al-Haram adalah kiblat bagi umatku penduduk bumi di timur dan barat. Pendapat bahwa Nabi mengubah arah kiblat ke Ka’bah karena orang-orang yahudi tak tertarik untuk mengikuti karena ajarannya tidak berasal dari para musafir, tetapi dari para orientalis Barat selama masa penjajahan di Negara-negara muslim
Pertanyaan mengapa Allah tidak menetapkan Makkah sebagai kiblat semenjak awal tentu saja mustahil untuk dijawab. Kita dapat berspekulasi, tetapi tidak dapat membuktikan kebenaran spekulasi-spekulasi tersebut. Akan tetapi, hal yang paling menariik bagiku menyangkut persoalan ini adalah bahwa mengapa perubahannya tidak dilakukan belakangan saja, tetapi malah terlampau dini. Alquran menetapkan Makkah sebagai kiblat spiritual kaum muslim ketika kota tersebut masih menjadi pusat penyembahan berhala, ketika jumlah pengikut Nabi tidak lebih daripada seratus orang, ketikakaum Quraisy beserta sekutu-sekutu mereka memegang kekuasaan politik terbesar di Arab. Mengingat kondisi ini, akal manusia akan mengatakan bahwa mustahil bagi umat islam yang jumlahnya masih sedikit untuk kembali ke Makkah. Saat itu,Allah menyuruh kaum muslim dimana saja untuk menghadap ke al-Masjid al-Haramketika salat (QS. 2 : 149-150). Sekarang telah diketahui bahwa Makkah adalah arah kiblat, tetapi apa jadinya bila waktu itu Ka’bah tetap dikuasai oleh orang-orang kafir, yang di mata seorang pengamat dari luar nyaris pasti akan mempertahankan kekuasaan mereka? Bagiku, waktu ditetapkannya Makkah sebagai kiblat membuktikan bahwa Alquran benar-benar wahyu Allah.
Alquran (QS. 2 :12-41) menyatakan bahwa islam merupakan kelanjutan dari agama Nabi Ibrahim, yang bersama putranya Nabi Isma’il, membangun kembali Ka’bah sebagai tempat menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Maka penetapan al-Masjid al-Haram sebagai kiblat kaum muslim menunjukkan bahwa islam berakar pada agama Nabi Ibrahim. Sebaliknya orang-orang pagan musuh Nabi Muhammad dapat menyanggah bahwa jika Islam adalah kelanjutan dari agama Ibrahim, mengapa kaum muslim tidak menghadap Ka’bah ketika salat? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi intisari ayat Alquran yang menyatakan bahwa dengan menyuruh orang-orang mukmin menghadap Makkah, Allah membantah musuh-musuh Nabi “Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu” (QS. 2 : 150).
١٥٠.
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
لاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
150. Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 150) sehubungan dengan peristiwa berikut: Ketika Nabi SAW memindahkan arah qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah qiblatnya ke arah qiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya. Dan ia sudah hamir masuk agama kita."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui sanad-sanadnya.)
semoga bermanfaat bagi yang membacanya,
sekian terima kasih.
jakarta, 5 november 2013
M. Fuad Al- Israry