Senin, 22 September 2014

"Perpindahan Kiblat Kaum muslim dari Yerusalem ke Makkah (Ka'bah)".

"Perpindahan Kiblat Kaum muslim dari Yerusalem ke Makkah (Ka'bah)".

Sebuah pertanyaan dari seorang muslimah imigran yang berusia hampir tiga puluh tahun

Aku baru tahu sekarang bahwa kiblat awal kaum muslim adalah Yerusalem dan kemudian dipindah ke Makkah. Setelah sedikit membaca alquran dan membicarakan ini dengan imam/guru kami, aku pun merasakan bahwa masalah tersebut sesungguhnya amatpenting. Masalah ini menggangguku. Mengapa allah menetapkan kiblat pertama diYerusalem, dan kemudian memindahkannya?
Salah satu penjelasan yang kudengar adalah bahwa Nabi Muhammad berharap orang-orang Yahudi merasa “kerasan” di Yerusalem, dan bahwa ketika agama baru ini mencakup sebagian ajaran agama mereka, mereka akan lebih mudah masuk islam sehingga dijadikanlah Yerusalem sebagai kiblat. Akan tetapi, ketika kaum yahudi tak tertarik untuk mengikuti Nabi Muhammad, kiblat kaum muslim dipindah ke Makkah.
Sekali lagi, ini menjadi sebuah persoalan bagiku. Mengapa Allah atau Nabi menetapkan Yerusalem sebagai kiblat sekedar untuk menyenangkan orang-orang yahudi, tetapi kemudian marah (setidaknya keterangan yang kudengar terkesan demikian) dan memindahkannya ke Makkah? Dalam website atau pun blog yang anda buat, anda menulis bahwa islam berbeda dari agama-agama lain. Namun, mengapa perbedaan initidak diperlihatkan semenjak awal dengan langsung menetapkan Makkah sebagai kiblat?

Bismillahirrahmanirrahim

Alquran menyebut perubahan arah kiblat ini dalam surah al-baqarah ayat 142-150, tetapi kalimatnya samar-samar, mengandung makna kias, dan tidak menjelaskan bahwa kiblat pertama kaum muslim di Madinah, yang dalam hadist disebut dengan Yerusalem, ditetapkan oleh allah. Ayat-ayat yang berkaitan dengan hal ini sebagai berikut :
KEESAAN TUHANLAH AKHIRNYA YANG MENANG
Sekitar pemindahan kiblat


١٤٢. سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ

 مُّسْتَقِيمٍ

142. Orang-orang yang kurang akalnya[93] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"[94].
[93]. Maksudnya: ialah orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.

[94]. Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan Ka'bah sebagai kiblat.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharapkan qiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah surat Al Baqarah ayat <QS 2 :144> yang menunjukkan qiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata: "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan qiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka turunlah ayat yang lainnya (QS. 2. 143), yang menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: "Apapula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari Qiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka'bah)?" Maka turunlah ayat yang lainnya lagi (QS. 2 : 142) sebagai penegasan bahwa Allah-lah yang menetapkan arah qiblat itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abi Ishaq yang bersumber dari al-Barra. Di samping itu ada sumber lainnya yang serupa dengan riwayat ini.)

Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah qiblat. Maka turunlah surat Al Baqarah ayat 143
(Diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari al-Barra.)


١٤٣. وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا

لاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللّهُ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ

 للّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

143. Dan demikian (pula) Kami telahmenjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agarkamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadisaksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk olehAllah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah MahaPengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

١٤٤. قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ

 طْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ


144. Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
[96]. Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

sebagaimana acap kali terjadi, ada banyak perbedaan pendapat di antara ahli tafsir tentang ayat-ayat ini. Para musafir berbeda pendapat tentang, misalnya, kapan tepatnya?, apakah setelah Nabi tiba di madinah, perubahan arah kiblat ini terjadi. Apa alasan Nabi pertama-tama menjadikan Yerusalem sebagai kiblat?. Apakah allah memerintahkan perubahan kiblat ini atau tidak? Apa alasan Nabi memilih ka’bah sebagai kiblatnya, dan apa yang senyatanya dimaksud dengan kata-kata “sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah”

tentang apa alasan Nabi salat menghadap ke Yerusalem sebelum terjadi perubahan arah kiblat, dan apakah perubahan ini dilakukan atas perintah Allah atau tidak, al-Thabari meriwayatkan dari Ikrimah dan Hasan Bashri bahwa Nabi memilih Yerusalem sebagai kiblat dengan harapan dapat menarik simpati orang-orang yahudi di Madinah. Al-Thabari juga meriyawatkan dari al-Rabi ibn Anas bahwa Nabi pada mulanya diberi kebebasan untuk menentukan arah kiblat sesuai dengan keinginannya dan kemudian memilih Yerusalem untuk menjalin hubungan damai dengan ahl al-kitab. Al-Thabari pun mengutip pendapat ibn ‘Abbas bahwa Allah menyuruh Nabi menghadap ke yerusalem dan bahwa orang-orang yahudi di madinah merasa senang dengan hal ini. Lalu para musafir mengelaborasi penjelasan-penjelasannya secara lebih jauh.

Para musafir juga berbeda pendapat tentang mengapa Nabi memilih Ka’bah. Menurut al-Thabari, sebagian orang mengatakan, “Dia tidak menyukai kiblat di Yerusalem karena orang-orang Yahudi dulu berkata, “Dia mengikuti kiblat kami, tetapi menentang agama kami. Sebagian lainnya mengatakan, “Dia memilih Ka’bah lantaran ini merupakan kiblat kakek moyangnya Ibrahim. Al-Qurthubi meriwayatkan dari ibn Abbas bahwa rasulullah bersabda, Rumah ini (Ka’bah) adalah kiblat bagi orang-orang (yang mengelilinginya ) tempat ibadah (masjid). Masjid adalah kiblat bagi orang-orang dari al-Masjid al-Haram (tempat pelaksanaan ibadah haji) dan al-Masjid al-Haram adalah kiblat bagi umatku penduduk bumi di timur dan barat. Pendapat bahwa Nabi mengubah arah kiblat ke Ka’bah karena orang-orang yahudi tak tertarik untuk mengikuti karena ajarannya tidak berasal dari para musafir, tetapi dari para orientalis Barat selama masa penjajahan di Negara-negara muslim

Pertanyaan mengapa Allah tidak menetapkan Makkah sebagai kiblat semenjak awal tentu saja mustahil untuk dijawab. Kita dapat berspekulasi, tetapi tidak dapat membuktikan kebenaran spekulasi-spekulasi tersebut. Akan tetapi, hal yang paling menariik bagiku menyangkut persoalan ini adalah bahwa mengapa perubahannya tidak dilakukan belakangan saja, tetapi malah terlampau dini. Alquran menetapkan Makkah sebagai kiblat spiritual kaum muslim ketika kota tersebut masih menjadi pusat penyembahan berhala, ketika jumlah pengikut Nabi tidak lebih daripada seratus orang, ketikakaum Quraisy beserta sekutu-sekutu mereka memegang kekuasaan politik terbesar di Arab. Mengingat kondisi ini, akal manusia akan mengatakan bahwa mustahil bagi umat islam yang jumlahnya masih sedikit untuk kembali ke Makkah. Saat itu,Allah menyuruh kaum muslim dimana saja untuk menghadap ke al-Masjid al-Haramketika salat (QS. 2 : 149-150). Sekarang telah diketahui bahwa Makkah adalah arah kiblat, tetapi apa jadinya bila waktu itu Ka’bah tetap dikuasai oleh orang-orang kafir, yang di mata seorang pengamat dari luar nyaris pasti akan mempertahankan kekuasaan mereka? Bagiku, waktu ditetapkannya Makkah sebagai kiblat membuktikan bahwa Alquran benar-benar wahyu Allah.

Alquran  (QS. 2 :12-41) menyatakan bahwa islam merupakan kelanjutan dari agama Nabi Ibrahim, yang bersama putranya Nabi Isma’il, membangun kembali Ka’bah sebagai tempat menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Maka penetapan al-Masjid al-Haram sebagai kiblat kaum muslim menunjukkan bahwa islam berakar pada agama Nabi Ibrahim. Sebaliknya orang-orang pagan musuh Nabi Muhammad dapat menyanggah bahwa jika Islam adalah kelanjutan dari agama Ibrahim, mengapa kaum muslim tidak menghadap Ka’bah ketika salat? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi intisari ayat Alquran yang menyatakan bahwa dengan menyuruh orang-orang mukmin menghadap Makkah, Allah membantah musuh-musuh Nabi “Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kamu” (QS. 2 : 150).

١٥٠. وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ

 لاَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

150. Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 150) sehubungan dengan peristiwa berikut: Ketika Nabi SAW memindahkan arah qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah qiblatnya ke arah qiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya. Dan ia sudah hamir masuk agama kita."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui sanad-sanadnya.)


semoga bermanfaat bagi yang membacanya,
sekian terima kasih.
jakarta, 5 november 2013
M. Fuad Al- Israry

SERUAN ALQURAN UNTUK MENGGUNAKAN AKAL

SERUAN ALQURAN UNTUK MENGGUNAKAN AKAL

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.

Ketika para malaikat keberatan dengan rencana Tuhan untuk menciptakan manusia, hal pertama yang Tuhan lakukan untuk memperlihatkan kelemahan mereka adalah menunjukkan kecerdasan manusia. Pada intinya, Alquran menyatakan bahwa kelebihan manusia ini lebih dihargai Tuhan daripada kekebalan malaikat terhadap dosa. Dengan demikian,semenjak awal sekali Alquran telah menjelaskan bahwa Tuhan tidak pernah berharap dan tidak ingin manusia menjadi malaikat. Dengan segenap kekurangan,kompleksitas dan kontradiksinya manusia mempunyai kemampuan untuk menjadi lebih mulia daripada malaikat, dan di sini akal manusia memainkan peran kunci.Kemuliaan manusia yang dilambari akal dalam pengembaraan spiritualnya sungguh menawan perhatianku. Aku selalu percaya bahwa akal hanya akan merongrong iman,tetapi alquran menyatakan bahwa iman akan ambruk justru ketika akal diabaikan atau dipakai secara tidak tepat.

Kalimat-kalimat Alquran yang rasional dan kerap kali mendidik merupakan salah satu cirinya yang paling menonjol. Salah satu tema pokoknya adalah bahwa orang-orang mengingkari atau mendustakan ayat-ayat Allah dan merusak agama karena mereka tidak mempergunakan akal. “Mereka tidak mengerti” dan “Mereka benar-benar kaum yang tidak mau menggunakan akal”, demikian Alquran menanggapi para pencelanya. “Tidakkah kamu berpikir?” Tanya Alquran kepada mereka. Allah menurunkan tanda-tanda,pelajaran-pelajaran dan ketentuan-ketentuan “agar kamu memahaminya”.

Menurut Alquran, akal dan iman adalah satu kubu, sebagaimana logika dan kepercayaan yang salah, dan kitab ini menjelaskan perbedaan yang nyata di antara keduanya : “sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar dan yang salah”. Orang-orang yang paling beruntung menurut Alquran adalah “mereka yang berakal”, “orang-orang yang mendalam ilmunya”, ”mereka yang berpikir” dan“mereka yang mengakui bukti-bukti yang terang”. Orang-orang yang mendustakan Alquran itu “teperdaya”,“berada dalam kesesatan yang nyata”, “jahil”, “bodoh”, dan “hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.

Dengan gaya yang nyaris socratik, Alquran berkali-kali menguji pembacanya dan mempertanyakan anggapan-anggapan mereka. Alquran senantiasa bertanya. “Terangkanlah kepadaku..?”. “Apakah kamu memperhatikan..?”. “Apakah kamu mengira..” “Apakah mereka tidak memperhatikan..?”. “Apakah mereka (orang-orang kafir dan seterusnya) menyangka…?”. Pesannya cukup jelas untuk mempunyai iman yang sebenar-benarnya,kita harus membebaskan diri dari tradisi dan memeriksa kepercayaan-kepercayaan kita secara rasional.

Pengetahuan mempunyai peranan pokok dalam perkembangan spiritual manusia. “Bacalah” Alquran menyeru pembacanya, sebab “Tuhan mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam” dan“mengajarkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui”. Dalam kehidupan,alam semesta, sejarah, dan juga Alquran terdapat “tanda-tanda” dan “pelajaran”bagi mereka yang berakal. Alquran menyatakan lebih dari seratus kali bahwa kitab ini diturunkan untuk “menjelaskan (atau menerangkan) segala sesuatu”.Tuhan mengajar manusia secara langsung dan tidak langsung, serta kadang-kadang secara demikian halus sampai-sampai kita tidak menyadarinya. Dan, Dia pun menguji kita dengan berbagai macam cara.

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). (Q.S 21 :35).

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,jiwa dan buah-buahan. (Q.S 2 : 155).

Jika kehidupan di dunia dipandang sebagai wadah pendidikan bagi manusia, tidaklah mengherankan bahwa hari kiamat, seperti digambarkan dalam Alquran, penuh dengan ragam hasil perbuatan manusia. Ini menyerupai hari ujian di kampus. Manusia akan dibagi menjadi tiga golongan. Orang-orang yang paling dahulu beriman adalah mereka yang berserah diri pada Allah, dan mereka sangat dekat denganNya. Golongan kanan adalah mereka yang berbuat kebajikan di dunia dan akan masuk surga tetapi tidak sesempurna orang-orang yang paling dahulu beriman. Golongan kiri adalah mereka yang berbuat kezaliman di dunia dan menderita di akhirat. Semua perbuatan manusia, besar ataupun kecil, akan mendapatkan balasan, tak ada yang terkecualikan.

Orang-orang yang merasa bersalah merasa khawatir dengan nasib mereka. Wajah-wajah mereka yang berdosa tunduk, terhina, dan kepayahan. Sedangkan mereka yang dulu beramal saleh terlihat senang dan berseri-seri. Mereka yang disebut terakhir ini menerima buku catatan mereka dengan tangan kanan. Sedangkan mereka yang berdosa dengan sedih dan malu menerima buku mereka dengan tangan kiri atau dari sebelah belakang. Sesudah menerima kitab dengan tangan kanan, mereka lekas menemui keluarga-keluarga mereka, tetapi orang-orang yang menerima dengan tangan kiri akan bersedih.

Alquran juga memakai cara lain untuk mendorong manusia agar mendekati iman kepada Allah dengan cara rasional. Alquran mengetengahkan sebuah debat publik penting antara nabi atau seorang mukmin dan lawannya dengan keunggulan logika dipihak nabi. Kisah tentang Nabi Ibrahim mengandung perdebatan-perdebatan ini. Sewaktu Ibrahim berkata kepada raja lalim bahwa Tuhannya adalah Dia yang memberikan kehidupan dan kematian, raja tersebut menjawab bahwa dirinya juga bisa memberikan kehidupan dan kematian. Ibrahim kemudian memojokkannya dengan berkata bahwa Tuhannya menciptakan matahari terbit di timur, dan meminta raja itu untukmenerbitkan matahari dari barat. Lalu, ketika orang-orang menuduh Ibrahim telah menghancurkan berhala-berhala mereka, yang memang dilakukannya, dan menyuruhnya mengatakan siapa pelakunya, dia menunjuk berhala yang paling besar di sebelah kirinya. Mereka segera menyadari kelemahan logika mereka. Jika mereka mengakui bahwa perkataan Ibrahim tadi itu bodoh, demikian pulalah penyembahan mereka pada tuhan-tuhan buatan.

Alquran seringkali memakai perumpamaan dan paradoks untuk menunjukkan kekeliruan-kekeliruan cara pikir kita. Alquran memberikan contoh berikut tentang kesimpulan-kesimpulan yang salah karena kita menarik mereka dari bukti-bukti tidak langsung..

Perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. (Q.S 7 : 176).

Seorang pemikir yang ceroboh mungkin akan mengatakan bahwa anjing yang menjulur-julurkan lidahnya harus di tending sebab, menurutnya, anjing tersebut membahayakan. Dia tidak tahu bahwa perilaku anjing dimana-mana memang seperti itu.
Dalam surah al-kahfi,Alquran menunjukkan bagaimana orang-orang kerap berbantah-bantahan mengenai hal-hal yang remeh temeh.

Nanti (ada orang yangakan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib;dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka (Q.S 18 : 22).

Dalam kisah tentang nabi Musa dan Khidir, sebuah kisah tentang penderitaan manusia, Alquran memperlihatkan bahwa Musa, kita semua tahu, berkali-kali menarik kesimpulan yang salah berdasarkan bukti yang tidak mencukupi.
Mungkin paradoks yang paling menarik dalam Alquran adalah kisah tentang asal-mula kejahatan, sebagai berikut :
Katakanlah :"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun ?. Apa saja ni'mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri (Q.S 4 : 78-79).

Intinya ialah bahwa segala sesuatu pada akhirnya berasal dari Allah, bahkan termasuk kemampuan manusia untuk berbuat jahat dan mengalami kerugian. Tetapi, setelah Allah menganugerahi kita kemampuan untuk memilih dan berbuat jahat, keputusan berada di tangan kita. Manakala memilih untuk berbuat baik, kita akan mendapatkan imbalan, yakni semakin matangnya kepribadian kita, dan imbalan ini datangnya dari Allah. Demikianlah cara-Nya mengembangkan kepribadian manusia. Apabila kita memilih untuk berbuat jahat, berarti kita menolak imbalan tersebut dan senyatanya justru menzalimi diri sendiri. Dan kerugian nyata yang kita alami ini, yakni kehancuran diri, bermula dari diri kita sendiri.

Ciri rasional lainnya adalah Alquran membicarakan dan menangkis argument-argumen yang menentang dirinya. Perlu diingat bahwa argument-argumen tersebut masih diragukan oleh banyak pihak sampai sekarang. Dugaan bahwa Alquran dibuat oleh seseorang atau merupakan ocehan Nabi Muhammad SAW, atau tidak berasal dari Allah. Dibantah dengan memperlihatkan kedalaman, koherensi, dan kefasihannya yang tiada banding.

Dan jika kamu (tetap)dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Q.S 2:23).

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (Q.S 4 :82).

Tidaklah mungkin AlQur'an ini dibuat oleh selain Allah. akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya , tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya."Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil(untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar." (Q.S 10 :37-38).

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah:"(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya)selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(Q.S 11 :13).

Katakanlah:"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa AlQur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (Q.S17 : 88).

Seraya menyebutkan kefasihan bahasa Arabnya yang sempurna, Alquran membantah tuduhan bahwa seorang Kristen atau Yahudi mengajarkan Alquran kepada Muhammad. Menampik tuduhan bahwa  Nabi Muhammad tidak jujur dan sekedar mencari keuntungan pribadi. Alquran menegaskan bahwa Nabi hanya mengagungkan dan memuliakan Allah serta tidak mencari keuntungan materi.Alquran pun menekankan kebenaran esensial, moral dan spiritual kitab-kitab sebelumnya, sehingga orang-orang Kristen atau Yahudi tidak dapat menyangkal Alquran tanpa juga menyangkal kitab-kitab suci mereka sendiri.

 wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
 selamat membaca, semoga bermanfaat
Jakarta, 13 january 2014.
salam penulis,
M.Fuad Al Israry

Kamis, 01 Mei 2014

BUKALAH MATA HATIMU



bismillahirrahmanirrahim

Aku sebelumnya tak pernah menemukan bacaan yang luar biasa mengusikku selain surah al-baqarah ayat 30-39 ini. Aku tak pernah bisa berhenti memikirkan ayat-ayat tersebut. Aku merenungkan mereka siang dan malam, saat makan, pergi dan pulang kerja, duduk sendiri, menonton televisi atau berbaring di tempat tidur. Aku senantiasa menimbang-nimbang mereka, merangkai mereka seperti menyusun banyak pertanyaan menjadi sebuah teka-teki besar. Mereka menjadi batu ujian sebelum aku membaca ayat-ayat alqur’an selanjutnya. Setiap kali aku menemui ayat yang tampak berkaitan dengan perihal tujuan hidup, aku akan membandingkannya dengan ide-ide dalam kisah penciptaan Adam dan Hawa. Aku secara perlahan-lahan merasa sedang mengungkap sebagian banyak pertanyaan yang campur aduk sehingga seolah-olah isi alqur’an sengaja ditulis untukku, tetapi aku tak dapat menyulam semua itu menjadi sebuah penjelasan yang masuk akal tentang keberadaan manusia di dunia ini.

Segeralah tampak jelas di mataku bahwa alqur’an mempunyai agenda lain bahwa kitab suci ini mengandung sebuah pesan dan padangan yang sama sekali berbeda. Alih-alih menuturkan kembali kisah tradisionalnya. Alqur’an justru menjawab pertanyaan para malaikat dengan pertama-tama memperlihatkan kemampuan akal manusia, pilihan moral dan akhirnya bimbingan ilahi.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama (benda-benda), kemudian memperlihatkannya kepada para malaikat, dan Dia berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar” ( QS. 2 : 31).

Aku terpesona dengan cara kitab suci alqur’an mewadahi banyak makna hanya dengan beberapa patah kata. Coba perhatikan bahwa adam tidak sekedar menyebut nama benda-benda  di sekitarnya, tetapi Tuhan mengajarinya, yang berarti hal ini menegaskan kemampuan manusia untuk belajar, yakni kecerdasannya. Perlihatkan pula apa yang Adam pelajari. Dia mempunyai kemampuan untuk menyebutkan simbol-simbol verbal segala sesuatu yang diketahuinya, seluruh pikiran, pengalaman dan perasaannya. Di antara semua karunia intelektual manusia, kemampuan bahasa manusia-lah yang paling ditekankan alqur’an. Jelaslah ini dikarenakan kemampuan bahasa adalah piranti intelektual amat canggih yang membedakan manusia dari semua makhluk hidup lainnya di bumi. Dengan kemampuan bahasa ini, lebih daripada kemampuan lain, manusia tumbuh, berkembang dan belajar secara individual ataupun kolektif, sebab kemampuan bahasa menjadi alat untuk belajar dan mengajari orang lain yang tidak sempat bertatap muka (komunikasi langsung) dengan kita (lewat tulisan), termasuk orang-orang yang secara ruang dan waktu sangat jauh dengan kita. Artinya seluruh manusia dikaruniai dengan sebuah “sifat kumulatif” yang amat maju.

Selanjutnya, Allah meletakkan benda-benda yang nama-nama mereka disebut oleh Adam di depan para malaikat, dan berfirman, “sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang benar”. Ini secara gamblang memperlihatkan bahwa akal manusia merupakan argumen yang sangat penting mewakili jawaban Tuhan atas pertanyaan para malaikat. Malaikat-malaikat bertanya mengapa Tuhan hendak menciptakan makhluk yang kasar dan jahat dengan asumsi bahwa mereka lebih unggul, sebab mereka tunduk sepenuhnya pada kehendak Tuhan, memuji dan menyucikanNya. Alqur’an rupanya hendak menyatakan dalam ayat ini dan ayat-ayat berikutnya bahwa ada sifat-sifat lain, misalkan akal, yang membuat manusia setidaknya berpotensi lebih mulia daripada malaikat di hadapan Tuhan.

Mereka berkata: “Mahasuci Engkau, tak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (QS 2 : 32).

Malaikat-malaikat mengakui ketidakmampuan mereka untuk menjawab tantangan Allah. Mereka tidak memiliki kelebihan akal untuk menciptakan simbol dan konsep bagi apa yang mereka alami. Mereka mengatakan bahwa untuk menciptakan semua itu dibutuhkan pengetahuan dan kearifan yang berada di luar batas kesanggupan mereka. Mereka tahu Allah dapat dengan mudah melakukan semua ini sebab Dia “ Maha mengetahui lagi Mahabijaksana, tetapi para malaikat tidak mempunyai kecakapan tersebut.

Allah berfirman : Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukan kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS 2: 33).

Adam mampu menunjukkan keunggulan akalnya, yang tidak dimiliki oleh para malaikat. Meskipun Adam tidak mempunyai kearifan dan pengetahuan sebagaimana yang dimiliki Tuhan, dia dikaruniai lebih banyak kelebihan daripada malaikat. Pertanyaan kepada para malaikat tidak berhenti sampai disini, tetapi berlanjut : “Dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”
Apa yang para malaikat sembunyikan? Aku bertanya. Apa yang mereka lahirkan telah jelas. Mereka keberatan dengan sifat destruktif dan jahat manusia, tetapi apa yang mereka sembunyikan?. Aku tahu para malaikat keberatan karena hanya memerhatikan satu sifat manusia, yaitu kemampuannya untuk membuat kerusakan dan kesalahan. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui, sebagaimana diriku, sifat lainnya. Sesungguhnya, sebagian manusia dapat berbuat amat jahat, tetapi sebagian lainnya dapat berbuat luar biasa baik. Sebagian diantara kita dapat berbuat sangat destruktif, tetapi sebagian lainnya bisa memperlihatkan keramahan dan kebaikan tiada terkira, dan kita semua tahu contoh-contoh penting dari dua kecendrungan itu, acapkali, kecendrungan-kecendrungan tersebut muncul di atas satu panggung drama kehidupan manusia yang sama, karena kemunculan kecendrungan yang satu menimbulkan kecendrungan lainnya. Agaknya, kebaikan mengundang sebagian orang untuk berbuat jahat dan kejahatan mengundang sebagian lainnya untuk berbuat baik. Maka kita dapat melihat kebaikan dan kejahatan tumbuh dari lingkungan dan tempat yang sama, bahkan kadang-kadang hidup berdampingan di sebuah negara, kota atau desa.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : “Sujudlah kamu kepada Adam”, mereka pun sujud kecuali iblis, ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang tidak beriman. (QS 2 : 34).

Apabila semula aku meragukan  kata-kata alquran bahwa manusia berpeluang menjadi lebih mulia daripada para malaikat. Ayat tersebut di atas telah menyingkirkan keraguan itu. Ketika Adam mampu memperlihatkan kemampuan akalnya, dan para malaikat tidak mampu, Tuhan berfirman pada mereka, “Sujudlah kamu kepada Adam”. Mereka pun sujud dan mengakui kelebihan Adam. Sujud merupakan simbol ketundukan , dan Alquran menunjukkan bahwa para malaikat kelak di kemudian hari akan melayani manusia di bumi. Akan tetapi iblis atau setan menolak untuk sujud dan berangkat dari penolakan iblis atau setan ini. Alquran mengisahkan awal-mula timbulnya dosa. Menurut alquran , akar timbulnya dosa bukanlah uang, sifat rakus, atau nafsu birahi, tetapi kesombongan. Dengan demikian alquran memperkenalkan satu aktor penting lain dalam drama kehidupan manusia , dan melengkapi jawaban atas pertanyaan awal para malaikat tetapi mengapa? Apa peran setan? Mengapa Tuhan menciptakan makhluk yang hanya memiliki sebuah agenda yakni memalingkan manusia dari kebaikan? Hampir semua agama menyatakan bahwa setan berperan sebagai penggoda, pembujuk bathin yang membisikkan dorongan-dorongan jahat ke dalam hati kita. Jika malaikat berperan sebagai sumber dorongan kebaikan, setan mendesak kita untuk berbuat dosa. Kita memandang keduanya sebagai suara-suara yang saling bertolak belakang dalam hati kita tatkala menghadapi sebuah dilema moral.

Benarkah demikian? Aku bertanya. Benarkah alquran menyatakan bahwa selain memberi kita akal, Tuhan juga menjadikan kita makhluk yang bermoral, yang mengerti benar dan salah? Betulkah alquran menerangkan bahwa Tuhan menciptakan dorongan malaikat dan godaan setan untuk menyempurnakan kesadaran moral kita? Benarkah alquran menggarisbawahi fakta bahwa kita adalah makhluk yang dapat dan harus menentukan pilihan-pilihan moral? Meskipun belum menangkap tujuan logis ayat ini, aku juga tidak melihat pertentangan antara satu ayat dengan ayat lain.

Alquran kemudian menjelaskan bahwa setan menggoda pasangan Adam dan Hawa dengan mengatakan bahwa jika memakan buah tersebut (lebih lengkapnya di QS 2 : 35), “mereka akan meraih kehidupan abadi dan kerajaan yang tidak akan pernah binasa”. Tetapi perkataan lancung ini seluruhnya berasal dari setan. Tidak ada isyarat bahwa Tuhan merasa khawatir kalau-kalau pasangan itu akan mengingkari-Nya. Dia sekedar memberitahu bahwa andaikata mereka memakannya, berarti mereka telah melakukan dosa.
Kita pun tidak tahu apakah itu merupakan larangan pertama Tuhan kepada Adam dan Hawa. Alquran tidak menyebutkannya. Mungkin saja ada larangan-larangan lain yang sebelumnya telah Tuhan sampaikan. Kita hanya tahu bahwa larangan ini merupakan yang pertama-tama mereka langgar. Aku bertanya-tanya apakah peristiwa ini menyiratkan sebuah makna yang amat penting, bahwa itulah pilihan bebas pertama Adam dan Hawa, itulah kali pertama mereka memilih selain apa yang diperintahkan Tuhan.

Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain dan di bumilah tempat tinggalmu dengan segala kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS 2: 36).

Aku merasa bahwa pemilihan kata digelincirkan untuk menyebut dosa mereka sepenuhnya tepat. Hal ini juga akan menjelaskan ketenangan penulis Alquran dalam menyampaikan pesan itu. Alih-alih penulisnya mengatakan pada pasangan Adam dan Hawa bahwa mereka akan sangat menderita di bumi, mereka sekedar diberitahu bahwa “ di bumilah tempat tinggalmu dengan segala kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan” ini bukanlah kata-kata Tuhan yang sedang marah atau menghardik. Sesungguhnya, Tuhan menyuruh mereka semua mungkin seluruh manusia, dan juga setan-setan serta para malaikat turun ke bumi, dan mengatakan bahwa sebagian dari mereka akan menjadi musuh bagi sebagian lainnya.

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 2:37).

Kami berfirman : “Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, Niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS 2 : 38).

Dua ayat di atas dituturkan secara simpatik. Pasangan Adam dan Hawa diusir dari surga untuk memulai kehidupan mereka di bumi. Kita harus beranggapan bahwa mereka pasti telah menyesali perbuatan yang baru saja mereka lakukan dan mencemaskan kehidupan mereka di sebuah tempat yang tidak familier. Tuhan mendekati mereka dengan ampunan dan kasih sayang. Dia menyakinkan mereka bahwa mereka akan selalu mendapat tuntunan Tuhan. Kita mendapati bahwa Tuhan telah mengampuni Adam dan Hawa, tetapi mengapa kemudian Dia tidak mengembalikan mereka ke surga?.

Coba bayangkan, misalnya adikku melakukan kesalahan dan aku memotong uang sakunya sebanyak lima ribu rupiah sebagai hukuman. Lantas, ia minta maaf kepadaku dan aku memaafkannya, tetapi aku tetap memotong uang sakunya sebanyak lima ribu rupiah. Ia pasti akan bereaksi, kakak bilang telah memaafkanku, tetapi mengapa masih menghukumku?. Sama halnya dengan Adam dan Hawa, bila Tuhan telah mengampuni mereka mengapa Dia (Tuhan) tetap menempatkan mereka di bumi?
Jawabannya muncul di kepalaku secepat timbulnya pertanyaan itu. Sebab kehidupan di bumi, menurut alquran bukanlah hukuman. Sejak awal dituturkannya kisah ini. Tuhan menegaskan bahwa keberadaan kita di bumi mempunyai tujuan yang lebih besar. Sejauh ingatanku kisah Adam dan Hawa dalam alquran seluruhnya koheren. Coba perhatikan bahwa alquran mengulang lagi kalimat “Turunlah kamu dari surga itu! Dalam ayat 38, tetapi kali ini disertai dengan kata-kata yang menekankan ampunan, hiburan, dan jaminan Tuhan kepada mereka. Seakan-akan alquran berbicara kepadaku dan semua orang, “Tuhan tidak menempatkanmu di bumi untuk menghukummu!!”.

Adapun orang-orang yang tidak beriman dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS 2: 39).

Mengapa alquran berkata demikian? Aku langsung merasa dongkol. Ketika aku sedang mengagumi pendekatannya yang cerdas, kitab ini bersiasat dengan kata-kata yang menakutkan. Kitab ini memukul bagian yang seharusnya tidak dipukul keluhku. Aku terus membaca ayat-ayat selanjutnya hanya karena ingin tahu, tanpa merasa terancam sedikitpun. Aku telah merasakan cukup banyak ancaman sepanjang hidupku dan ini membuatku semakin resisten dan kebal. Alquran mungkin dapat menakut-nakuti orang lain, tetapi aku tidak bisa ditakut-takuti. Aku akan terus memindai kitab suci ini, halaman demi halaman, ayat demi ayat dan baris demi baris.

Aku mula-mula merasa diserang oleh ayat tersebut, tetapi persinggunganku yang singkat dengan alquran telah mengajariku bahwa ketika sebuah ayat menyerangku, ia seringkali mengandung sebuah isyarat penting menyangkut sudut pandang Kitab Suci ini. Ketika mempelajari ayat ini secara teliti, aku lagi-lagi menemukan ungkapan yang mengusik hati. inilah sebuah retorika yang brilian karena Tuhan mengakhiri percakapan dengan pasangan manusia pertama dengan kata-kata yang menghibur dan menyejukkan, dan kemudian mengingatkan pembaca pada ayat berikutnya tanpa memutus alur berpikirnya.

Syahdan, kita dapat secara tegas mengatakan bahwa Tuhan Maha Esa benar-benar ada. Apakah orang-orang dengan sengaja menolak dan mengingkari ayat-ayatNya, ataukah mereka melakukannya lantaran ayat-ayat tersebut terlalu kabur? Apakah mereka secara sadar menolak apa yang mereka rasakan benar? Apakah pikiran mereka mengubah apa yang mereka rasakan benar? Apakah mereka secara sengaja dan bodoh mengingkari suara hati mereka? Tentu saja, mereka secara sengaja dan bodoh mengingkari suara hati mereka.


Sekian terima kasih
Semoga bermanfaat bagi yang membaca
Salam penulis,
Muhamad fuad al israry.