Rabu, 27 April 2011

Memahami Musibah Dengan Mata Hati


PDF Cetak E-mail
Untuk memahami sesuatu, orang biasanya menggunakan alat indera seperti mata, telinga dan seterusnya. Informasi dari panca indera itu kemudian diolah oleh otak, lalu disimpulkan. Kebenaran yang dihasilkan dari cara itu disebut sebagai kebenaran ilmiah. Banyak orang menjunjung tinggi jenis kebenaran ini. Keuntungannya, jenis kebenaran ini bisa diuji secara ilmiah pula, karena bersifat obyektif, terbuka, dan rasional.

Akan tetapi sesungguhnya tidak semua masalah bisa dijelaskan dengan pendekatan ilmiah. Seringkali pendekatan ilmiah juga tidak selalu memuaskan, apalagi yang akan dijelaskan itu menyangkut persoalan yang terkait dengan kehidupan manusia. Persoalan kemanusian biasanya memiliki dimensi luas, hingga tidak terbatas. Sedangkan penjelasan ilmiah, biasanya hanya bisa dilakukan untuk memecahkan persoalan yang terbatas dan terhadap peristiwa yang sudah terjadi. Peristiwa-peristiwa yang berdimensi luas, apalagi menyangkut persoalan immaterial, dan terkait dengan persoalan masa yang akan datang, maka penjelasan ilmiah tidak selalu memuaskan.

Relevan dengan ini, kiranya kita bisa belajar dari kisah Nabi Qidir bersama Musa. Kisah itu bersumber dari al Qur’an. Dikisahkan dalam cerita itu, bahwa Nabi Musa berkeinginan belajar dari Nabi Qidir. Tetapi pada awalnya keinginan Nabi Musa ditolak, khawatir tidak mampu mengikutinya. Namun akhirnya karena keinginan Nabi Musa yang kuat terpaksa dipenuhi, tetapi dengan catatan, Nabi Musa tidak boleh menanyakan apa saja yang dilakukan oleh Nabi Qidir. Persyaratan itu pun disetujui.

Selanjutnya, dalam perjalanan Nabi Qidir yang diikuti Musa, ia melakukan hal-hal yang menurut Nabi Musa tidak masuk akal, seperti misalnya melubangi perahu, membunuh anak kecil, memperbaiki pagar seorang penduduk dan seterusnya. Pada setiap Nabi Qidir melakukan hal yang dianggap aneh, Musa mempertanyakannya. Tetapi Nabi Qidir memperingatkan akan janjinya, yakni tidak boleh bertanya kepadanya.

Melalui kisah itu, baru kemudian akhirnya Nabi Qidir menjelaskan apa maksud sesungguhnya hingga ia melakukan yang dianggap aneh oleh Musa. Nabi Qidir lewat penjelasannya kemudian ternyata memiliki pengetahuan jauh ke depan, yang semuanya adalah justru untuk menyelamatkan kehidupan manusia di kemudian hari. Musa pun kemudian paham. Tetapi kebenaran tindakan Qidir tidak akan bisa dibuktikan, karena memang tidak memerlukan bukti.

Penjelasn Nabi Qidir hanya memerlukan keimanan, bahwa memang jika Nabi Qidir tidak melakukannya akan terjadi bahaya yang lebih serius di kemudian hari. Nabi Qidir dalam hal ini telah menjelaskan kepada Nabi Musa dengan mata hati yang tajam, yang digunakan untuk melihat tentang sesuatu yang akan terjadi jauh di masa depan. Sekalipun di mata Musa apa yang dilakukan oleh Nabi Qidir adalah keliru, -------kalau sekarang mungkin ditangkap dan diadili oleh KPK atau Polisi, tetapi justru lebih benar jika keputusan Qidir itu dilihat dari perspektif untuk menyelematkan kehidupan masa depan yang lebih besar dan urgen.

Sudah beberapa tahun terakhir ini, bangsa Indonesia dilanda oleh berbagai musibah yang bertubi-tubi. Musibah itu dimulai dari gempa bumi di Aceh yang diikuti dengan Tsunami. Dalam peristiwa itu ribuan orang meninggal. Segera setelah itu disusul oleh gempa-gempa bumi lainya, seperti di Pulau Nias, Yogyakarya, Papua, Sulawesi, dan di tempat-tempat lain. Setelah itu musibah lainnya muncul seperti banyak gunung meletus, banjir bandang di mana-mana, puting beliung terjadi di berbagai daerah dari waktu ke waktu. Belum lagi kemudian muncul berbagai jenis penyakit, baik jenis penyakit lama dan juga jenis penyakit baru seperti polio, flu burung, flu babi yang menakutkan bagi siapapun.

Musibah juga terjadi dalam bentuk lain, seperti kecelakaan kereta api secara beruntun, kapal laut tenggelam, pesawat udara jatuh dan hilang, tubrukan bus, mobil dan berbagai jenis lainnya. Musibah-musibah itu seolah-olah tanpa mau berhenti hingga saat ini. Akhir-akhir ini terjadi gempa di Jawa Barat dan hari- hari ini gempa dahsyat lagi menimpa Padang Sumatera Barat dan wilayah sekitarnya. Pertanyaannya masihkan musibah demi musibah itu tidak akan segera berhenti ?

Dari berbagai rentetan menakutkan yang tidak henti-hentinya itu, rasanya wajar jika kemudian banyak orang bertanya-tanya, yakni sesungguhnya ada apa di balik musibah itu. Hal apa saja yang salah, yang dilakukan oleh bangsa ini, hingga muncul berbagai musibah yang beruntun itu. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, bagi orang yang beragama, kemudian melihat sesuatu tidak saja menggunakan inderanya, ------ mata kepalanya, melainkan juga menggunakan mata hatinya adalah rasanya justru wajar. Tatkala otak atau nalar tidak lagi mampu menjelaskannya, maka berpindah atau lari pada penjelasan lainnya, maka justru itulah yang mungkin tepat. Penjelasan dari pespektif lain itulah kemudian disebut dengan menggunakan mata hati itu. Melalui cara itu maka akan didapatkan jawaban-jawaban yang lebih arif, mendalam, dan jauh ke depan, sebagaimana hal itu juga dilakukan oleh Nabi Qidir sebagaimana disinggung di muka.

Semua manusia, siapapun ingin diberlakukan secara adil dan jujur. Tidak boleh sesama makhluk Allah swt., terdapat sekelompok kecil apapun dalam kehidupan ini yang merasa diperlakukan secara tidak adil atau apalagi merasa didholimi. Siapapun yang merasa terdholimi atau diperlakukan secara tidak adil, apalagi dalam keadaan tidak berdaya dan tidak merasa bersalah sendirian akan selalu berdoa agar lepas dari kedholiman itu. Doa oleh orang-orang yang merasa diberlakukan secara tidak adil dan didholimi akan didengar oleh Yang Maha Kuasa.

Persaan diberlakukan tidak adil dan terdholimi tidak saja dibenci oleh yang bersangkutan, melainkan alam pun juga membencinya. Musibah rasanya bagaikan sebuah demonstrasi atau protes yang dilakukan oleh alam. Cara berpikir seperti ini memang tidak rasional, tetapi sebagaimana diungkap di muka, bahwa untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan, selalu memerlukan kearifan, yang hal itu diperlukan mata hati untuk melihatnya. Jelasnya, menyelesaikan persoalan manusia, agar tidak ada siapapun yang merasa diberlakukan secara tidak adil, memang hendaknya selalu memerlukan peranti lain, yaitu kearifan itu.

Tulisan ini tentu tidak berpretensi untuk menyalahkan terhadap siapapun, apalagi bagi mereka yang telah berusaha untuk menyelesdaikan persoalan bangsa yang memang besar, luas, komplek, dan sangat berat. Yang dimaui dari tulisan ini hanyalah mengajak kepada siapapun untuk lebih arif, membaca lagi berbagai hal, termasuk meneliti kembali dan bahkan berinstropeksi, adakah selama ini orang-orang yang merasa diberlakukan secara kurang adil dan merasa terdholimi. Juga adakah orang-orang yang selama ini sama-sama melakukan kesalahan, tetapi tidak diberlakukan secara sama, sehingga melahirkan rasa sakit hati yang mendalam. Hal-hal sederhana seperti ini, sesungguhnya hanya bisa dilihat dengan menggunakan mata hati, bersifat tidak rasional, tetapi kadang lebih menyentuh pada pemenuhan rasa keadilan sebenarnya, namun selalu menjadi harapan bagi semua orang secara sama. Wallahu a’lam.
 

Kefahaman Tentang Tawassul


Di antara isu yang banyak menimbulkan salah faham dan membuka pintu tuduhan sesat sesama Islam adalah isu tawassul. Oleh yang demikian, bermula minggu ini kami akan menjelaskan kefahaman tawassul yang sahih pada penelitian kami.
Berikut adalah premis ataupun asas pendirian kami dalam isu ini:
1. Tawassul adalah salah satu daripada cara berdoa dan pintu untuk bertawajjuh (menghadapkan sesuatu permintaan) kepada Allah SWT kerana tujuan asal tawassul yang sebenar ialah Allah SWT.
Orang yang dijadikan sebagai tempat bertawassul hanyalah sebagai wasitah (perantara) dan wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Justeru, sesiapa yang tidak beriktikad sedemikian adalah syirik.
2. Orang yang bertawassul tidak bertawassul dengan wasilah ini melainkan kerana perasaan kasihnya terhadap wasilah tersebut dan kepercayaannya bahawa Allah SWT mengasihi wasilah tersebut.
Sekiranya tidak, sudah pasti orang yang bertawassul itu akan menjadi orang yang paling berusaha menjauhi dirinya daripada wasilah tersebut dan paling membencinya.
3. Sekiranya orang yang bertawassul beriktikad bahawa orang yang dijadikan perantaraan itu boleh mendatangkan manfaat dan mudarat dengan sendiri, seumpama Allah SWT, maka dia telah mensyirikkan Allah.
4. Amalan bertawassul bukanlah perkara yang lazim atau wajib. Termakbulnya permintaan seseorang itu tidak terhenti kepada amalan ini, bahkan asalnya ialah dia berdoa kepada Allah secara mutlak.
Ia sebagaimana firman Allah SWT: Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku, maka (beritahu kepada mereka), "Sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka)". (al-Baqarah: 186)
Tawassul yang disepakati ulama
Tidak seorang pun dari kalangan kaum Muslimin yang berselisih pendapat mengenai pensyariatan tawassul kepada Allah melalui amalan-amalan soleh.
Maka orang yang berpuasa, mengerjakan solat, membaca al-Quran atau pun bersedekah, mereka bertawassul dengan amalan puasa, solat, bacaan al Quran dan sedekah yang mereka lakukan.
Bahkan, ia adalah amalan yang paling diharapkan untuk termakbulnya suatu hajat dan sebesar-besar amalan untuk tercapainya apa yang dihajati, tanpa diperselisihkan oleh mana-mana pihak.
Dalilnya, hadis mengenai tiga orang pemuda yang terperangkap di dalam gua.
Salah seorang daripada mereka bertawassul dengan kebajikan yang dilakukan kepada kedua ibu bapanya.
Pemuda yang kedua, bertawassul dengan perbuatannya menjauhi perbuatan yang keji yang mampu dilakukannya pada waktu tersebut.
Sementara itu, pemuda yang ketiga, bertawassul dengan sifat amanah dan penjagaannya terhadap harta orang lain serta kejayaannya menunaikan tanggungjawab tersebut dengan sempurna. Maka Allah melepaskan mereka daripada kesusahan yang mereka hadapi.
Jenis tawassul ini telah diperinci dan diterangkan dalil-dalilnya (keharusannya) serta ditahqiq permasalahannya oleh Sheikh Ibnu Taimiyyah di dalam kitab-kitabnya, khususnya di dalam risalahnya yang bertajuk: Qa'idah Jalilah fi al Tawassul wa al Wasilah (Kaedah yang Besar dalam Bertawassul dan Wasilah).

Ingat…10 Karakter Muslim/Muslimah Sejati

Karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat islam maupun tertegaknya sistem islam dimuka bumi serta menjadi tiang penyangga peradaban dunia.

Kesepuluh karakter itu adalah :
Salimul Aqidah, Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.
Shahihul Ibadah, Benar Ibadahnya menurut AlQur’an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid’ah yang dapat menyesatkannya.
Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).
Qowiyul Jismi, Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Alloh SWT.
Mutsaqoful Fikri, Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.
Qodirun ‘alal Kasbi, Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Mujahidun linafsihi, Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.
Haritsun ‘ala waqtihi, Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh SWT.
Munazhom Fii Su’unihi, Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.
Naafi’un Li Ghairihi, Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.
Mudah-mudahan dengan kesepuluh karakter yang dikemukakan diatas menjadikan kita termotivasi untuk dapat merealisasikannya dalam diri kita.Amin.